Di sekolah menengah, OSIS punya kegiatan pengumpulan dana di mana kamu bisa membeli bunga untuk seseorang yang istimewa, yang kemudian akan diantarkan kepada orang itu pada pagi hari Valentin, saat pelajaran jam pertama.
Tahun itu, aku mengirim tiga anyelir untuk tiga cewek yang sama sekali tidak menduganya. Menurut perhitunganku setidaknya ada kemungkinan untuk menarik perhatian satu di antara mereka. Lagi pula jika ada di antara mereka yang mengirimiku bunga dan aku tidak membalas mengirimnya, hubungan kami akan berakhir sebelum dimulai.
Sekuntum anyelir kukirimkan untuk Melanie, Susie dan Jenny (Jenny kemungkinan yang paling kecil).
Sepanjang minggu aku memikirkan siapa yang mungkin akan mengirimiku anyelir. Temanku Brian mengirimkan sekuntum anyelir kepada pacarnya. Stephanie mengirimkan sekuntum kepada Jason, cowok yang diyaksirnya semester itu. Temanku Lisa mengirimkan sekuntum kepada teman baiknya, Tracy, sekedar bersenang-senang.
Sepanjang minggu itu sederetan nama cewek mengisi pikiranku. Aku bertanya-tanya siapa yang akan mencoba dapatkan hatiku. Ada dua kemungkinan yang terpikir olehku, tapi aku siap dikejutkan oleh cewek manapun yang menginginkanku.
Akhirnya pagi 14 Februari tiba.
Setelah pelajaran matematika berjalan selama tiga puluh menit, aku melihat petugas pengantar bunga OSIS berada di koridor di luar kelas. Ia memasuki ruang kelas membawa sebuah buket besar berisi bunga yang akn dibagikan di kelas matematika Pak Aaron.
Pak Aaron dengan enggan menghentikan pelajaran dan menyusun bunga-bunga itu. Saat ia memilah-milah setumpuk tebal kartu, ruangan dipenuhi harap-harap cemas. Akhirnya Pak Aaron mendapat perhatian kami sepenuhnya.
Ia meminta bantuan seorang siswa dan mulai membagikan bunga-bunga itu. Ia mengumumkan nama-nama yang tercantum di kartu sambil membagikan kirimannya. " Neil Brian, Jennifer, Scott, Chad, Anne, Amy.." Daftar itu terus berlanjut selama sepuluh menit. Bunga mulai bermunculan di atas meja sekitarku.
Beberapa cowok sudah mendapat bunga kedua dan ketiga. Seorang cowok bahkan mendapat enam kuntum. Meskipun semua tahun ia mempunyai pacar, kenyataannya ia sudah mendapat enam kali lebih banyak bunga dari aku.
Daftar itu hampir selesai dibacakan, dan di ruangan itu masih ada enam atau tujuh siswa yang hanya memegang pensil. Kami tidak mempunyai bunga, tidak mempunyai kartu, hanya punya sedikit harapan bahwa salah satu bunga yang tersisa itu untuk kami.
Pak Aaron membacakan dua nama terakhir, "Dua lagi untuk Neil dan, oh bagus, satu untuk Harlan." Yes! ada sekuntum bunga untukku. Aku bisa menebak siapa yang mengirimkan bunga untukku.
Aku menunduk membaca tulisan di kartu, yang persis sesuai dugaanku. Bunga itu bukan dari Melanie, bukan dari Susie, dan yang jelas bukan dari Jenny. Kartu itu hany bertuliskan, "Selamat Hari Valentin -- Love, Harlan."
Teman-temanku bertanya siapa yang mengirimkannya. Aku hanya mengatakan seseotang yang sangat istimwea. Mereka tidak pernah tahu. Mereka tidak perlu tahu.
Tahun itu, aku mengirim tiga anyelir untuk tiga cewek yang sama sekali tidak menduganya. Menurut perhitunganku setidaknya ada kemungkinan untuk menarik perhatian satu di antara mereka. Lagi pula jika ada di antara mereka yang mengirimiku bunga dan aku tidak membalas mengirimnya, hubungan kami akan berakhir sebelum dimulai.
Sekuntum anyelir kukirimkan untuk Melanie, Susie dan Jenny (Jenny kemungkinan yang paling kecil).
Sepanjang minggu aku memikirkan siapa yang mungkin akan mengirimiku anyelir. Temanku Brian mengirimkan sekuntum anyelir kepada pacarnya. Stephanie mengirimkan sekuntum kepada Jason, cowok yang diyaksirnya semester itu. Temanku Lisa mengirimkan sekuntum kepada teman baiknya, Tracy, sekedar bersenang-senang.
Sepanjang minggu itu sederetan nama cewek mengisi pikiranku. Aku bertanya-tanya siapa yang akan mencoba dapatkan hatiku. Ada dua kemungkinan yang terpikir olehku, tapi aku siap dikejutkan oleh cewek manapun yang menginginkanku.
Akhirnya pagi 14 Februari tiba.
Setelah pelajaran matematika berjalan selama tiga puluh menit, aku melihat petugas pengantar bunga OSIS berada di koridor di luar kelas. Ia memasuki ruang kelas membawa sebuah buket besar berisi bunga yang akn dibagikan di kelas matematika Pak Aaron.
Pak Aaron dengan enggan menghentikan pelajaran dan menyusun bunga-bunga itu. Saat ia memilah-milah setumpuk tebal kartu, ruangan dipenuhi harap-harap cemas. Akhirnya Pak Aaron mendapat perhatian kami sepenuhnya.
Ia meminta bantuan seorang siswa dan mulai membagikan bunga-bunga itu. Ia mengumumkan nama-nama yang tercantum di kartu sambil membagikan kirimannya. " Neil Brian, Jennifer, Scott, Chad, Anne, Amy.." Daftar itu terus berlanjut selama sepuluh menit. Bunga mulai bermunculan di atas meja sekitarku.
Beberapa cowok sudah mendapat bunga kedua dan ketiga. Seorang cowok bahkan mendapat enam kuntum. Meskipun semua tahun ia mempunyai pacar, kenyataannya ia sudah mendapat enam kali lebih banyak bunga dari aku.
Daftar itu hampir selesai dibacakan, dan di ruangan itu masih ada enam atau tujuh siswa yang hanya memegang pensil. Kami tidak mempunyai bunga, tidak mempunyai kartu, hanya punya sedikit harapan bahwa salah satu bunga yang tersisa itu untuk kami.
Pak Aaron membacakan dua nama terakhir, "Dua lagi untuk Neil dan, oh bagus, satu untuk Harlan." Yes! ada sekuntum bunga untukku. Aku bisa menebak siapa yang mengirimkan bunga untukku.
Aku menunduk membaca tulisan di kartu, yang persis sesuai dugaanku. Bunga itu bukan dari Melanie, bukan dari Susie, dan yang jelas bukan dari Jenny. Kartu itu hany bertuliskan, "Selamat Hari Valentin -- Love, Harlan."
Teman-temanku bertanya siapa yang mengirimkannya. Aku hanya mengatakan seseotang yang sangat istimwea. Mereka tidak pernah tahu. Mereka tidak perlu tahu.
0 comments:
Post a Comment
Indahnya Berbagi :